Harta sirna karena tamak Dan panjang angan-angan
Abul Faraj Ibnu al Jauzi bercerita. Seorang pria
memiliki dua orang anak laki-laki dan seorang anak perempuan, ia juga memiliki
harta sebanyak 1000 dinar yang disimpannya dengan cara dipendam dalam tanah.
Suatu kali ia sakit keras hingga kritis. Seluruh anggota keluarganya datang dan
mengerumuninya.Ia berkata kepada salah seorang anak laki-lakinya, “Jangan
tinggalkan aku sendiri!”
Saat mereka tinggal berdua, sang ayah berbicara
empat mata kepada anaknya, “Saudara laki-lakimu selalu sibuk dengan
burung-burung piaraannya, sedangkan saudara perempuanmu bersuamikan pria turki
yang suka bersenang-senang. Setiap hartaku sampai kepada mereka pasti selalu
mereka habiskan untuk foya-foya sedangkan kamu mempunyai watak dan kelakuan
paling mirip denganku.Aku buka rahasia kepadamu, aku mempunyai uang 1.000 dinar
di tempat anu, sesudah aku mati nanti ambillah uang itu sendirian.
Penyakit sang ayah semakin parah, namun kematian
belum juga datang. Sementara anak laki-lakinya tak tahan untuk segera
memastikan harta itu.Iapun bergegas mengambil hartanya, dan memindahkan dari
tempat semula. Ternyata bapaknya sembuh kembali, dan ia meminta anaknya
mengembalikan uangnya. Si anak menolak, karena merasa itu sudah menjadi haknya.
Tak lama berselang, gentian si anak yang jatuh sakit, bapaknya mengiba agar ia
mau menunjukkan letak penyimpanan uangnya. “Si anak tetap menolak meski
sakitnya makin parah hingga ayahnya berkata, “Benar-benar sial!Aku telah
memberikan harta itu hanya kepadamu, namun kamu mati dan harta itupun hilang”.
Bapaknya terus menerus membujuknya hingga ia mau menunjukkan tempatnya. Sang
ayah mengambilnya dan memindahkan dari tempat semula.
Ternyata, si anak sembuh dari sakitnya, sedangkan
ayahnya tidak mau lagi menyerahkan uang itu kepada anaknya.Selang beberapa
waktu, bapaknya kembali jatuh saakit, si anak terus meminta ayahnya untuk memberitahukan
tempat penyimpanan harta tersebut, tetapi bapaknya tetep menolak. Barangkali ia
masih berharap sembuh kembali, sekaligus khawatir si anak tidak mau
mengembalikan hartanya. Tapi, ternyata ia mati dan akhirnya harta itu pun
hilang sia-sia. (Shaidul Khaathir, Ibnu al – Jauzy)
0 komentar :
Posting Komentar