Masjid Nabawi


Masjid Nabawi adalah masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah, setelah masjid Quba’. Rasulullah dan kaum muslimin membangun Masjid Nabawi dengan sangat sederhana.

Pertama dibangun, masjid berukuran 30 meter x 30 meter. Dindingnya terbuat dari tanah, beratap pelepah kurma, dan berlantai pasir. Masjid ini memiliki tiga pintu utama, yaitu Bab Al-Rahman (disebelah selatan), Bab Jibril (di barat), dan Bab An-Nisa (di sebelah timur)

Awalnya, masjid Nabawi berkiblat ke Masjidil Aqsha, atau arah utara. Lalu, Allah memerintahkan Nabi berpindah  kiblat ke Masjidil Haram di Makkah. Sejak itu, masjid Nabawi berkiblat ke arah Makkah, yaitu arah selatan.

Masjid Nabawi yang ada sekarang adalah hasil perbaikan dan perluasan. Luasnya mencapai 100.000 m2 , ditambah lantai atas seluas 67.000 m2, dan pelataran masjid seluas 135.000 m2. Bangunan masjid lama terletak di sisi selatan. Masjid Nabawi dapat menampung kira-kira 535.000 jemaah.

Di Masjid Nabawi terdapat makam Rasulullah. Makam ini dulunya adalah rumah Nabi. Diantara rumah Nabi ( Sekarang makam Nabi ) dan Mihrab, terdapat ruangan yang disebut Raudah. Tempat ini selalu dipenuhi jamaah untuk berdoa dan shalat.

Di sebelah makan Nabi, ada makam Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab. Sebenarnya, ketiga makam ini berada di luar masjid. Karena perluasan Masjid Nabawi, ketiga makam itu kini berada di dalam masjid, yakni sudut tenggara (kiri depan) masjid. Di sebelah timur masjid terdapat pemakaman umum Baqi. Umum Baqi. Ummul Mukminin Aisyah dan para  shahabat yang lain, dimakamakan di pemakaman ini.



Pelataran  masjid dilengkapi dengan payung-payung kanopi. Payung-payung ini akan terbuka saat siang, dan menutup saat malam. Masjid Nabawi juga menyediakan air zam-zam yang dapat di minum para jamaah kapan saja. Air zam-zam ini dialirkan langsung dari Makkah.

Read More »

Nilai Waktu


Nilai Waktu
Sebagaimana Hasan al-Bashri pernah menyatakan, kita hanyalah kumpulan hari-hari yang terus berkurang secara pasti. Satu persatu berlalu pergi membawa masa lalu kita dengan ceritanya sendiri-sendiri. Pahit manisnya, derita bahagianya, buruk baiknya, hingga sia-sia atau bergunanya. Dan ketika semuanya berkonsekuensi pertanggungan jawab, kita tentu tidak bisa mengabaikannya begitu saja.
            Pernah, Ibnu Mas’ud berkata, “tidak ada penyesalanku yang lebih besar melebihi saat matahari terbenam, umurku berkurang dan aku tidak menambah kebaikan”. Sebuah nasihat bijak nilai waktu milik kita. Tempat kita menggadaikan hasil akhir perjalanan hidup, bahagia atau celaka, tersenyum lebar atau tertunduk menyesal.

            Apapun, hasil yang akan kita panen, pararel dengan pilihan-pilihan kita dalam memaknai hari-hari, yang menghajatkan ketelitian tingkat tinggi agar tidak merugi, sebagai kemestian atas bekerjanya malam dan siang, serta terseretnya kita dalam kerja mereka. Sehingga kita pun harus bekerja secara benar didalamnya. Dengan ilmu yang benar dan kebersihan hati yang mempuni.
            Tapi, bagaimana kita bisa sukses memetik kemenangan atas waktu jika kita bahkan tidak mengetahui ketingian nilainya? Menganggapnya biasa, atau tiada arti hingga begitu boros menggunakannya untuk hal-hal yang tidak sepadan?. Membayar terlalu mahal untuk kenikmatan remeh temeh dan menjual umur dengan bayaran sanat murah. Akhirnya, kita tertipu dalam angan-angan anggapan akan kesuksesan dan kenermaknaan hidup versi sendiri.
            Berbasis ilmu hawa nafsu yang mencari kesenangannya, tanpa pernah peduli akan kepastian niali kebaikan di sisi Allah, banyak manusia menjalani hidup dan merasa normal. Padahal di sepanjang usianya, setiap kita wajib mencari ilmu tentang kebenaran, agar keputusan yang kita ambil untuk memilih sebuah tindakan menemukan pijakan kebenaranya. Karena kebodohan memenjarakan. Mematikan diri bahkan sebelum datang kematian dan mengubur diri sebelum dikuburkan.
            Cinta istirahat dan berkenikmat-nikmat di dalamnya adalah awal dari rendahnya cita-cita akan kemuliaan, memadamkan gelora dan semangat juang, serta merantai seluruh persendian dengan kemalasan. Perlahan tapi pasti, rindu ketinggian martabat kehambaan memudar dan menghilang. Hingga tersisa perlombaan akan kebanggaan berbanyak anak dan berbilang harta. Lelah tak terperi tanpa batas akhir selain kematian itu sendiri.
            Waktu akan terus melaju menuruti takdirnya. Dan tidak ada pilihan lain selain memaksakan diri berpantas kebaikan agar ia tidak pergi membawa kesia-siaan. Entah apakah memiliki pilihan atau tidak, sadar atau kehilangan akal, kita tetap akan terseret pusarannya. Mengurangi kumpulan bernama hari-hari yang semakin kehilangan anggotanya.
            Duh, alangkah menakutkannya keadaan tertipu waktu tanpa tahu arah perjalanan masa. Teromban-ambing melayang tanpa pijakan dan tempat bergantung. Dan jika kemudian kita berharap untung, logika mana yang bisa menerimanya?. 
Read More »

Menyewakan Kios Untuk Perdagangan yang Haram

Perdagangan
Apakah hukum menyewakan kios-kios dagangan kepada orang yang menjual rokok, musik, kaset-kaset video yang tidak baik dan bank-bank ribawi ?

Jawab : Hukum menyewakan kios-kios seperti itu dapat diketahui dari firman Allah :
"... dan tolong-menolonglah kamu dalam ( mengerjakan ) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya." (QS. al-Maidah: 2 )

Maka berdasarkan ayat diatas, menyewakan kios-kios untuk memperdagangkan kemaksiatan adalah tolong menolong dalam melakukan dosa dan pelanggaran dan hukumnya haram.

[ Fatwa Syaikh Ibn Utsaimin, dinukil dari Fatwa Terkini, Jilid 2, hal 7, Darul Haq.
Read More »

Membasuh Muka Dengan Sabun Saat Wudhu

bersuci
Apa hukum membasuh muka dan tangan dengan sabun saat wudhu ?


Jawab : membasuh wajah dan kedua tangan dengan sabun saat wudhu tidak disyariatkankan. itu termasuk perbuatan berlebih-lebihan, padahal Nabi sudah menyatakan, " Binasalah orang-orang yang berlebih-lebihan." Beliau mengucapkan tiga kali. Jika memang ada kotoran yang harus dihilangkan dengan sabun, tidak mengapa wudhu sambil membersihkan kotoran dengan sabun. Tapi jika tidak, memakai sabun saat wudhu termasuk sikap berlebihan dan bid'ah.
(Syaikh Utsaimin, Fatwa Islamiyah, Dar al Wathn).


Read More »

Hebatnya Mata Si Kucing


Kehebatan Mata Kucing
Kucing. Binatang ini dapat dengan mudah kita temui di lingkungan kita. Seringkali, kucing membuat kita kesal karena seenaknya masuk kerumah dan mencuri lauk di meja makan. Tapi, banyak pula yang memeliharanya. Beberapa jenis kucing bahkan berharga sangat mahal.
            Nah, mari kita perhatikan matanya. Mata kucing sangat istimewa. Kucing dapat dengan mudah mengenali warna hijau, biru dan merah. Dan, kelebihan sebenarnya dari mata kucing adalah kemampuannya melihat di malam hari yang gelap.
            Dalam kondisi gelap, kelopak mata kucing akan terbuka. Lapisan mata yang disebut iris membuat pupil mata membesar hampir 90% mata. Sangat berbeda saat kita melihatnya disiang hari, dimana pupil mengecil dan berubah menjadi garis tipis untuk mencegah retina menerima terlalu banyak cahaya.
            Selain itu, mata kucing memiliki sebuah lapisan yang tidak terdapat pada mata manusia. Lapisan ini disebut Kristal tapetum lucidum, terletak di belakang retina. Cahaya yang jatuh di lapisan akan langsung dipantulkan kembali. Sehingga cahaya melewati retina dua kali. Karena, penglihatan kucing menjadi lebih tajam. Lapisan ini juga lah yang menyebabkan mata kucing bersinar di malam hari.
            Dibandingkan bola mata manusia, bola mata kucing berukuran lebih besar. Mata manusia memiliki bidang penglihatan hanya 160 derajat. Sedangkan bidang penglihatan kucing mencapai 187 derajat. Dengan karakteristik ini, mereka dapat dengan mudah melihat ancaman yang ada.            Namun, seperti halnya manusia, kucing juga tidak dapat melihat objek dalam jarak dekat dengan baik. tetapi kucing memiliki rambut sensoris dengan mekanisme sensoris yang kuat. Berkat penciuman dan rambut sensoris, kucing dapat dengan mudah mendeteksi benda dalam jarak dekat. Mereka dapat dengan mudah merasakan getaran dari jarak dua sampai enam meter. Jarak ini cukup bagi kucing agar dapat berburu.
Sungguh, Allah telah menciptakan kucing dalam bentuk yang ideal sesuai dengan lingkungan mereka. Mereka perlu bernafas, makan, berburu dan mempertahankan diri agar tetap hidup. Mereka dibekali kemampuan membedakan musuh dan mangsa. Untuk itu, mereka dibekali penglihatan khusus yang sesuai dengan lingkungan dan cara hidupnya. Mata yang memiliki struktur khusus, bentuk dan ketajaman penglihatan.

Allah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian ada yang berjalan diatas perutnya dan sebagian lagi berjalan dengan dua kaki, sedang sebagian berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. An-Nuur 45)
Read More »

Tak Selalu Hebat dari Awal


Tak Selalu Hebat dari Awal
Umumnya, biografi para tokoh dan ulama yang sering kita baca menggambarkan mereka telah hebat sejak belia. Ketika usia balita telah mampu menghafal Al-Qur’an, masa kanak-kanak yang dihiasi dengan thalabul ‘ilmi dan kecerdasan yang telah Nampak sejak usia dini. Bagi orang yang ‘terlanjur’ dewasa, kisah seperti itu terkadang hanya sebagai hiburan dan hanya bisa menikmati kekaguman terhadap figure ulama. Sebagian lagi menjadikannya sebagai motivasi dalam mendidik anak-anaknya.
Peluang Masih Ada
Yang paling disayangkan, kisah-kisah seperti itu malah ‘membunuh’ motivasi sebagian orang dewasa yang merasa masih biasa-biasa saja dan tak memiliki kemampuan istimewa. Timbul rasa pesimis di benaknya, “Masa kecil tak sehebat mereka, masa muda tak seberilian mereka, kini aku sudah tua, tak mungkin lagi bisa hebat seperti mereka.”
Motto salah alamatpun sering dijadikan alasan, “Belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu, belajar di usia dewasa bagai mengukir di atas air.” Ia pun merasa sia-sia untuk belajar, sesekali mendengarkan motto, “Barang siapa tidak menanam benih (diusia muda) tak akan menuai hasil panen (diusia tua), kemudian ia merasa sudah tua dan terlambat untuk mencoba.
Mengapa tidak kita ambil motto lain yang lebih cocok dengan usia kita dan lebih memotivasi diri. Seperti perkataan Ahnaf bin Qais untuk mengimbangi motto pertama, “Wal kabiiru aktsaru ‘aqlan”, tetapi orang tua lebih banyak akal. Orang dewasa memiliki kreativitas untuk mengembangkan potensi. Mereka punya banyak cara yang bisa dicoba, tidak sebagaimana anak kecil yang hanya bisa berbuat sesuai dengan apa yang dicontohkan kepadanya,
Kenapa pula kita menggunakan motto, “Jangan katakan kesempatan telah berlalu, karena siapa berusaha niscaya sampailah ia ketempat yang dituju.” Bukankah seandainya Kiamat tinggal Sehari, lalu ditangan kita ada biji tanaman yang siap kita tanam, kita diperintahkan untuk menanamnya? Ini menunjukkan bahwa setiap kebaikan yang kita usahakan tidaklah sia-sia.
Sejarah juga tidak hanya menyajikan sosok-sosok yang istimewa sedari kanak-kanak. Ada yang biasa-biasa saja seperti Malik bin Dinar, setelah putrinya meninggal ia bertauat sekaligus memulai belajar agama diusia dewasa. Bahkan ulama kenamaan di zaman tabi’in Fudhail bin ‘Iyadh lebih gelap dari latar belakangnya. Dahulunya ia seorang perampok. Setelah bertaubat dan belajar akhirnya menjadi ulama besar.
Dari zaman ke zaman, selalu ada contoh-contoh yang mewakili sebagai orang-orang biasa, namun menjadi luar biasa. Seperti yang dilakuakan oleh seorang warga Saudi bernama Malik Muhammad Abdul Malik. Meski sudah lebih dari 60 tahun usianya dan mata pencahariannya sebagai seorang sopir, tak menghalangi dirinya untuk mengikuti halaqah tahfizh al-Qur’an. Hingga akhirnya beliau mempu menyelesaikan hafalan 30 juz selama 15 tahun.
Motivasi yang beliau pegang adalah, “Jika tekad sudah bulat, maka yang susah akan terasa mudah.”
Muna Sa;id al-Ulaiwah dalam bukunya Qishshati fi hifzhil Qur’an mengisahkan ada kakek tua berumur 80 tahun mendatangi salah seorang ustadz di Masjid Nabawi dan berkata, “Saya ingin menghafal al-Qur’an, tolong ajari saya.” Ustadz menjawab “Wahai bapak, umur anda sudah tua, duduk saja bersama kami untuk mendengarkan”. Tapi dia tetap bersikukuh dengan pendiriannya, “Tapi saya ingin menghafal”. Sang guru menyuruhnya membaca al-Qur’an, tapi ia berkata, : Saya belum lancar membacanya, tolong ajari saya dari awal. Tapi siapa sangka, lima tahun kemudian sang kakek telah hafal tiga puluh juz, Allah tidak menyia-nyiakan usaha hamba-Nya yang bersungguh-sungguh.
Bagi sebagian kita merasa sibuk dengan urusan ma’isyah (pencaharian), ada baiknya menyimak kiah yang disebutkan Muna al-Ulaiwah di buku tersebut. Yakni tentang sopir yang senantiasa menyempatkan diri untuk menghafal al-Qur’an saat menanti pergantian lampu merah di persimpangan jalan. Ia bekerja sebagai ssopir. Ia sengaja menyimpan mushhaf di mobilnya, saat lampu merah menyala, ia sempatkan untuk membuka mushhaf dan menghafalkan satu-dua baris dari ayat-ayat al-Qur’an. Dia memberikan kesaksian tentang dirinya, “Aku hafal surat al-baqarah sepenuhnya di jalan saat menanti lampu merah”. Sangat berbeda dengan kebiasaan orang yang hanya melihat mobil lain disekitarnya atau bahkan menggerutu dan mengungkapkan kekesalannya.
Jangan Berkata “Sulit!”
DR Abdullah Mulhim menegaskan, “Seseorang bisa mewujudkan mimpi-mimpinya dengan mengubah pola mimpinya”. Ketika seseorang mengubah persepsi susah, sulit, sukar, mustahil diganti dengan mudah dan mungkin, ini sangat membantu seseorang untuk mewujudkan cita-citanya. Begitupun sebaliknya.
Masih dibuku yang sama, Muna al-Ulaiwah mengisahkan seorang bapak yang memiliki anak sedang menghafalkan al-Qur’an. Bapak itu bercerita, “Saya memiliki anak yang masih kecil, hafalannya sangat bagus. Setiap hari ia menghafal dan menyetorkan hafalannya kepada ustadznya satu setengah halaman denan lancar. Dengan cara ini, ia telah hafal juz Amma, juz 29 dan juz 28. Saat hendak memulai juz ke 27, ia bertanya kepadaku, “Ayah, apakah saya memulai dari depan atau belakang?” “Dari belakang saja, nak”. Kataku. I bertanya, “Kenapa dari belakang?” Kukatakan, “”Karena surat al-Hadid itu sulit.”
Sang anak pun menurut, seperti biasanya ia mampu melalui surat demi surat dengan mudah. Namun tatkala sampai di surat al-Hadid, Ia merasa kesulitan untuk menghafalnya, hinga butuh waktu satu setengah bulan untuk menghafalnya. Kenapa bisa sesulit itu ? Karena telah ter-install di pikirannya bahwa menghafal Surat al-Hadid itu sulit. Maka persepsi itu sangat mempengaruhi kemampuan seseorang. Begitupun dengan orang yang sudah dewasa, ketika telah terpatri dibenaknya bahwa menghafal itu sulit, maka kesulitan akan dialaminya.
Singkat kata,  orang yang optimis, satu tekad saja sudah cukup baginya untuk menepis seribu halangan, berbeda dengan orang pesimis, seribu alasan akan diungkapkan untuk menghindari satu tantangan. Pilihan selanjutnya terserah kita. Wallahu a’lam.
Read More »

Bedakwah dengan Akhlak


Suatu kali, seorang pria Jerman berlibur ke Albania. Ketika sedang berjalan di salah satu gang di kota, tak sengaja ia menabrak lelaki tua. Setelah meminta maaf, barulah ia sadar, ternyata yang ditabraknya itu seorang lelaki buta.
            Lelaki tuna netra itu tak mengerti arti permintaan maafnya karena tak paham dengan bahasa yang digunakannya. Lalu lelaki buta itu memegang tangannya dan bersikeras untuk mengajak laki-laki yang telah menabraknya untuk ikut ke rumahnya. Bukan untuk dimintai tanggung jawab atau apa, tapi justru ia menjamu tamu yang baru saja dikenalnya itu dengan makanan ala kadarnya.
            Orang Jerman itu mengisahkan, “Kemudian aku melihat laki-laki buta itu melakukan beberapa gerakan yang gambarannya terus melekat di kepalaku, yang akhirnya aku ketahui bahwa itu adalah shalatnya orang-orang Islam. Sikap laki-laki itu mampu menguasai pikiranku untuk beberapa waktu. Bagaimana ia sangat ingin mengajakku menemaninya manuju rumahnya namun, kemudian ia menjamu dan menghormatiku tanpa imbalan apapun dan tanpa perlu mengenaliku terlebih dahulu. Apalagi dia tidak memahami bahasaku. Akupun bertanya-tanya, “Apa yang ia lakukan barusan di hadapanku.? Apa arti gerakan-gerakan itu.? Ketika aku melihat ada bayang-bayang laki-laki itu sedang melakukan gerakan-gerakan itu, hal ini mendorongku untuk mengenali orang-orang seperti dia dan prinsip ajaran agama mereka. Sungguh perjalanan itu berbuntut panjang hingga akhirnya membuatku masuk Islam.” (Mawaaqif Dzaat ‘Ibar, DR. Umar Sulaiman al-Asyqar)
            Begitulah, ucapan yang tulus dan sikap yang santun seringkali membekas di hati orang lain. Tak selalunya dakwah dilakukan dengan ceramah dan tulisan, tapi bisa dengan akhlak dan kelakuan.
Read More »